Klasifikasi dilakukan dengan melihat
kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. Bahasa yang mempunyai kesamaan ciri
dimasukkan dalam satu kelompok. Menurut Greenberg (1957: 66) suatu klasifikasi
yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik.
Nonarbitrer maksudnya bahwa kriteria
klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka hasilnya akan ekhaustik.
Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya, semua bahasa
yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok. Hasil klasifikasi juga harus
bersifat unik, maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah satu
kelompok, dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain, kalau masuk ke
dalam dua kelompok atau lebih berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.
1.
Klasifikasi
Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga
klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa- bahasa
itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua.
Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro ( bahasa tua, bahasa
semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa
pecahan ini akan menurunkan pula bahasa- bahasa lain. Kemudian bahasa- bahasa
lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa pecahan berikutnya.
Klasifikasi genetis dilakukan
berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan
makna yang dikandungnya. Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti
itu dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang
dilakukan dalam klasifikasi genetis ini sebenarnya sama dengan teknik yang
dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya korespondensi
bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan
merupakan hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis
juga menunjukkan bahwa perkembangan bahasa- bahasa di dunia ini bersifat
divergensif, yakni memecah dan menyebar menjadi banyak, tetapi pada masa
mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang
semakin canggih, perkembangan yang konvergensif tampaknya akan lebih mungkin
dapat terjadi.
2.
Klasifikasi
Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan
berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa.
Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang- ulang dalam suatu
bahasa. Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa.
Maka hasil klasifikasinya dapat bermacam- macam, akibatnya menjadi bersifat
arbitrer karena tidak terikat oleh tipe tertentu. Klasifikasi pada tataran
morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi
tiga kelompok, yaitu:
- Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. ( klasifikasi morfologi oleh Fredrich Von Schlegel)
- Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi ( oleh Franz Bopp).
- Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi, pakarnya antara lain H. Steinthal. Pada abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya yang dibuat Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954).
3.
Klasifikasi
Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan
adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di
dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu
berkerabat secara genetik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena
dalam kontak sejarah bahasa- bahasa itu memberikan pengaruh timbal balik dalam
hal- hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi inipun bersifat non ekhaustik,
sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia ini yang masih bersifat tertutup
dalam arti belum menerima unsur- unsur luar. Selain itu, klasifikasi inipun
bersifat non unik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam
kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya lagi. Usaha
klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868- 1954) dalam
bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang
dilampiri dengan peta.
4.
Klasifikasi
Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan
berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor- faktor yang berlaku dalam
masyarakat, tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan
masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah
dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962 yang dapat kita baca dalam
artikelnya “ An Outline of Linguistic Typology for Describing Multilingualism”.
Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu:
- historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu,
- standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal,
- vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakannya dalam kegiatan sehari- hari secara aktif atau tidak,
- homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.
Dengan menggunakan keempat ciri di atas,
hasil klasifikasi bisa menjadi ekshaustik sebab semua bahasa yang ada di dunia
dapat dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Tetapi hasil ini tidak
unik sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar